Hujan Tropis | Tropic Rain

By and | 4 November 2012

Hujan Tropis

Daun telinga gajah laksana talam sajian
sempoyongan di bawahnya, hujan tropis memecut ke samping,
tersandung seperti kibaran terpal di pohon palma,
rimbun, simfonik, tak ada gambar di dalamnya. Bara api yang tersulut
dari pukulan air-tempaan pada tepian pakis,
terhempas ke daun mangga.
Hujan yang kukenal itu laksana musik, oratorio kaleng
gagap seperti katak dengan tenggorokan penuh
lalu luber ke dalam sumber air pokok pinus,
suara seperti jarum kait dipercepat menjadi irama Kuba
retakan pecut di kaca jendela, menyayati
kulit pepaya, berselancar dalam pancuranhijau.
Hujan memejamkan kelopak mata pinggiran kota,
hujan melenceng ke kisi-kisi butiran, irisan hujan
dengan zat warna besi di dalamnya, hujan angin muson
demikian lebat engkau berhenti di tepi beranda
dekat dunia buram, semua pandangan dikaburkan
diratakan seperti di ambang tidur.
Lalu hujan di kejauhan pun datang, hanya bisa didengar
oleh telinga serangga, menetes melalui semak belukar,
hujan yang mungkin kau tak perhatikan di selingan hujan gerimis
seperti kegagapan rentetan senjata dari magasin api
yang bersuara kemudian berdiam lalu bersuara lagi.


Tropic Rain

Elephant ears like serving plates
stagger under it, tropic rain lashing down sideways,
tripping like flapped tarp on tree palm,
lush, symphonic, no image in it. Embers sparked
from the water-forge hammer fern brim
and fling starwards into mango leaf.
Rain I have known like music, a tin oratorio
stammering like a frog into full throat
then overspilling into pinewood soakage,
crotchets quickened into Cuban beat,
whipcrack on windowpane, slashing
down pawpaw skin, sledding in the green eaves.
Rain shuttering a suburb’s eyelids,
rain in slant to louvre grain, sliced rain
with tinctures of iron in it, monsoon rain
so sheeted you stop at the verandah’s brink
by a blurred world, all detail drummed,
tempered flat like the verge of sleep.
Then comes outpost rain, audible only
to insect ear, a trickle through weed thicket,
rain you might miss in an intermittent mizzle
like the stutter of magazine fire
that starts and stops and starts up again.

This entry was posted in 53: INDONESIA and tagged , . Bookmark the permalink.

Related work: